Image: Pinterest |
Tepat di hari pertama tahun 2018 duka itu kembali datang. Seorang gadis berusia 17 tahun, VL yang merupakan siswi di sebuah SMK di Pontianak harus meregang nyawa di tangan mantan kekasihnya, Bun Jun Tjoi alias Achoi (29) yang terbakar api cemburu karena mendengar kabar dari temannya bahwa VL memiliki kekasih baru.
Setelah kasus ini diangkat media dan menjadi perbincangan publik, banyak yang menganggap ini akibat pergaulan negatif remaja. Bahkan ada yang merasa pacaran hanya membawa dampak negatif.
Padahal menurut saya, poin penting yang harus ditilik adalah bagaimana pendampingan kita sebagai orang dewasa terhadap mereka yang masih remaja, yang disebut kids zaman now itu.
Dalam kasus ini, pelaku merupakan orang yang telah dewasa, yaitu 29 tahun. Tapi benarlah bahwa dewasa bukan soal angka, tapi pikiran.
Sebagai seorang perempuan dan seorang kakak bagi adik-adik perempuan saya, peristiwa yang dialami VL ini menjadi sebuah renungan mendalam di awal tahun. Bagaimana mengedukasi adik-adik kita agar menjalani hubungan yang sehat.
Ketika menghubungi seorang psikolog untuk meminta analisis mengenai kasus ini, saya menghubungi Maria Nafaolla, dia menekankan peran keluarga terutama orang tua untuk menangkal peristiwa seperti ini terulang.
menurutnya, dalam hubungan pacaran, remaja tidak boleh luput dari perhatian keluarga.
"Orang tua harus menjadi sahabat bagi anak, sehingga si anak nyaman untuk bercerita, terbuka dengan orang tuanya terutama ketika dia mendapatkan satu tindakan yang tidak nyaman entah itu kata-kata atau berupa fisik, artinya mungkin dia dilecehkan atau ada kekerasan kata-kata, ancaman, maupun kalimat-kalimat yang tidak menyenangkan," ungkapnya.
Lantas bijaksana kah jika melarang adik-adik kita berpacaran karena khawatir kasus seperti ini terjadi pada mereka?
Menurut saya tidak. Kita hanya harus lebih peduli, mengarahkan mereka, membuat mereka memahami mana yang hitam dan putih, apa yang aman dan berbahaya bagi mereka, apa perbuatan yang sehat dan buruk bagi mereka. Mereka hanya perlu bimbingan, arahan.
Bagi saya pribadi, kasus ini menjadi peringatan, sebagai orang dewasa, kebanyakan dari kita memilih menjadi polisi moral yang hanya menangkap mereka ketika mereka berbuat salah. Padahal yang mereka butuhkan adalah bimbingan dan arahan. Ketika mendapati hubungan remaja yang tidak wajar, orang dewasa sering bereaksi negatif, memberi label dan judge pada pelaku yang masih belia. Alih-alih memberi arahan, orang dewasa justru menjatuhkan mental adik-adiknya.
Itulah sudut pandang saya dalam peristiwa ini, dan awal tahun ini saya telah diliputi resah. Haruskah kasus seperti ini terulang dan kita hanya membacanya, kemudian hanya dikenang selintas saat kasus yang sama kembali terjadi, lalu sama seperti yang sudah-sudah, kejadian ini cukup diingat, lantas mengendap di beranda portal berita online, atau di riwayat pencarian google.
Kita tidak tau siapa lagi yang akan jadi korban. Bisa saja adik perempuan kita, atau kita sendiri. Saya ingat beberapa tahun lalu sebuah kasus kejahatan dalam berpacaran yang menimpa seorang siswi SMA Santun Untan, PW (16), dia tewas dibunuh kekasihnya yang satu sekolah dengannya karena pelaku jengkel terhadap korban yang cemburu.
Kali ini kasus yang sama menimpa VL, gadis manis yang harusnya menjalani libur semesternya dengan riang, namun nahas dia kini menyepi dalam liang.
Entah berapa banyak lagi berita pilu yang akan kita baca, lihat, atau bahkan alami. Semoga kasus ini bisa jadi peringatan di awal tahun. Hentikan kekerasan dalam berpacaran, hentikan tindakan apa pun yang menciderai kemanusiaan.
Comments
Post a Comment