Blog Archive

Popular Posts

Halaman

About

Blogroll

Postingan Populer

Skip to main content

Potensi dan Tantangan Penggunaan Energi Listrik Terbarukan di Indonesia

 

Debit air yang deras bisa dimanfaatkan sebagai sumber pembangkit listrik tenaga mikrohidro/Claudia Liberani

Perubahan iklim membuat kita harus mengubah gaya hidup kita, termasuk memilih melakukan transisi energi. Mengapa harus melakukan transisi energi? Karena sektor energi menyumbang emisi CO2, yang mana CO2 dapat menyebabkan efek gas rumah kaya yang memicu terjadinya perubahan iklim. Online Gathering Eco Blogger Squad bersama Traction Energy Asia kali ini membuat saya jadi belajar lebih banyak tentang peluang dan kendala transisi energi listrik terbarukan.

Indonesia sebagai negara dengan wilayah yang luas memiliki kondisi geografis yang beragam. Hal ini membuat Indonesia memiliki potensi besar untuk melakukan transisi energi, terutama di sektor kelistrikan. Saat ini sumber energi listrik di Indonesia didominasi oleh Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) dengan bahan bahan bakar batu bara dan minyak bakar. Tahun 2019, International Energy Agency merilis laporan global pada tahun 2019 yang menyatakan PLTU batu bara menjadi penyumbang emisi sebesar 30% dari emisi CO2 global.

Tak kalah pelik juga alih fungsi lahan untuk pertambangan batu bara yang seringkali menyisakan luka bagi komunitas yang kehilangan ruang hidupnya. Selain itu, menurut kajian Aksi Ekologi dan Emansipasi Rakyat (AEER) terdapat beberapa spesies penting yang terdampak akibat aktivitas pertambangan di Kalimantan, misalnya Pongo pygmaeus (Orangutan Kalimantan), Sphyrna lewini (Hiu kepala martil), Helarctos malayanus (Beruang Madu), dan Nasalis larvatus (Bekantan). 

Ketika melihat berbagai resiko yang disebabkan pertambangan batu bara, saya mulai paham mengapa negara-negara maju lebih memilih berinvestasi pada sumber energi terbarukan. Di Indonesia kita bisa memanfaatkan sumber energi tenaga surya, air, atau angin. Seperti yang dilakukan oleh masyarakat Desa Mattirotasi, Kabupaten Sidrap, Sulawesi Selatan yang memanfaatkan angin sebagai sumber pembangit listrik. Sementara di Kalimantan Barat, daerah-daerah pelosok biasanya memanfaatkan tenaga surya sebagai sumber listriknya. Namun seringkali kapasitasnya kecil sehingga penerangan tidak memadai, contohnya seperti gambar di bawah ini.

Semangat belajar meski di dalam gelap/Claudia Liberani


Selain memanfaatkan sumber listrik tenaga surya, ada juga daerah yang menggunakan debit air sebagai sumber pembangkit listrik tenaga mikro hidro (PLTMH) seperti yang dilakukan masyarakat di Dusun Silit, Desa Pari, Kabupaten Sintang. Menurut Ditjen Pengendalian Perubahan Iklim KLHK, Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTMH) adalah teknologi untuk memanfaatkan debit air yang ada di sekitar kita untuk diubah menjadi energi listrik. Caranya dengan memanfaatkan debit air untuk menggerakkan turbin yang akan menghasilkan energi mekanik. Selanjutnya, energi mekanik ini menggerakkan generator dan menghasilkan listrik.

Sungai dengan debit air yang deras/Claudia Liberani

Mungkin tak banyak yang menyadari, teknologi sederhana seperti inilah yang sebenarnya membantu negara kita bergerak. Indonesia yang memiliki perbedaan kondisi geografis juga memiliki potensi yang berbeda dalam pemanfaatan sumber energi terbarukan. Jika sumber energi dari matahari dan air sudah familiar di gunakan di wilayah pedesaan, dan kini di Sulawesi sudah dilakukan pemanfaatan tenaga angin, kita seharusnya bisa menjadikan potensi alam sebagai bekal untuk melakukan transisi energi. Sayangnya tidak semudah itu, Traction Energy Asia mencoba merangkum tantangan penggunaan energi listrik terbarukan di Indonesia.




  1. Pasokan energi matahari dan angin tergantung musim dan periode maksimal tidak selalu cocok dengan periode beban puncak konsumsi listrik
  2. pasokan air untuk PLTA dan PLTMH memerlukan ekosistem sungai yang terjaga kelestariannya
  3. Lokasi daerah potensial jauh dari penduduk dan infrastruktur memadai (jalan, jembatan serta grid listrik)
  4. Minimnya kurikulum pendidikan energi terbarukan di perguruan tinggi yang menyebabkan kurangnya SDM ahli energi terbarukan di Indonesia.
  5. RnD yang belum memadai di Indonesia
  6. Sektor industri komponen energi terbarukan belum tumbuh di Indonesia sehingga masih tergantung dengan komponen luar negeri (impor barang jadi), akibatnya harga barang menjadi mahal.



Khusus untuk poin enam kita bisa lihat contoh euforia penggunaan kendaraan listrik di ibu kota. Kendaraan listrik yang tidak menggunakan bahan bakar minyak (BBM) membuat banyak orang berpikir bahwa ini ramah lingkungan karena bebas emisi. Padahal, untuk mengisi daya baterai tetap menggunakan listrik yang bersumber dari PLTU. Jadi harus bagaimana dong? kalau menurut saya harus ada penyesuaian sumber energi yang digunakan, termasuk memikirkan penanganan limbah baterai karena baterau kendaraan listrik merupakan baterai lithium yang termasuk ke dalam limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3). 



Apa pendapat atau ide kamu dengan berbagai potensi serta tantangan energi listrik terbarukan di Indonesia? jawab di kolom komentar ya! Kawan-kawan juga bisa mengikuti perjalananku untuk memahami isu lingkungan bersama Eco Blogger Squad dengan membaca tulisan-tulisanku yang lain. Cek tagar #EcoBloggerSquad #EBS2021 atau klik Lingkungan di bagian menu. Sampai jumpa!

Thank you for visiting my blog

Comments

Post a Comment