Beberapa hari yang lalu saya membaca postingan seorang teman yang berisi kritik terhadap orangtua yang membuat dan melahirkan anak tanpa mengerti tanggungjawabnya "Untuk kerja saja orang harus punya ijazah dan lulus ujian. Seharusnya untuk punya anak juga harus lulus ujian kelayakan menjadi orangtua." Kira-kira begitu kalimat yang tertulis.
Ya saya mengerti, saya sangat setuju. Mengingat banyaknya anak-anak yang menjadi gelandangan, atau anak-anak yang kurang perhatian lalu terjebak dalam praktik kerja yang merendahkan untuk bertahan hidup. Anak-anak yang kurang beruntung kereka lahir di tengah ketidaksiapan kedua orangtuanya atau lahir karena hasil coba-coba.
Menjadi orangtua itu tidak mudah, memutuskan untuk memunculkan satu manusia baru ke dunia itu tanggungjawabnya besar sekali. Harus siap mental dan materi. Harus siap mental karena manusia yang dilahirkan tidak selamanya berbentuk bayi, dia akan tumbuh dan berkembang, menguras emosi, apalagi ketika beranjak dewasa dan dia menganut ideologi yang berbeda.
Belum lagi beban materi untuk menanggung hidup seorang anak. Berdasarkan riset dari tirto.id biaya yang harus dikeluarkan jika kita memiliki anak pada tahun 2016 sampai anak itu mandiri pada usia 21 tahun adalah Rp 2.945.102,750. Angka itu didapat dari asumsi makanan, berupa makanan pokok tiga kali sehari, biaya pendidikan yang disesuaikan dengan jenjang pendidikan utama, kebutuhan tempat tinggal, transportasi, dan biaya kesehatan.
Melihat biaya membesarkan anak, saya jadi ciut sendiri, belum lagi membayangkan rutinitas yang akan terganggu ketika memiliki bayi. Tidak bisa membaca buku atau nonton seharian saat weekend.
Lah malah kebablasan ngomongin biaya hidup anak -_-"
Bukan itu yang ingin saya sampaikan. Sehari yang lalu saya ulang tahun, dan mama mengirim sebuah pesan yang saya jadikan gambar untuk postingan kali ini. Itu adalah ucapan terbaik yang pernah saya terima.
Mama saya bukan orang yang biasa mengatakan "Mama sayang kamu, nak" pada saya. Yang saya ingat kalimat seperti itu pernah saya dengar waktu saya masih kecil, ketika saya 8 tahun, sewaktu duduk di bangku kelas 4 SD. Saat itu saya tidak mau pulang ke rumah karena marah pada bapak. Mereka menjemput saya ke rumah nenek dan kakek...
Kalimat-kalimat lainnya tidak pernah bernada persis seperti itu. Kalimat "Mama sayang kamu, nak" lebih sering diungkapkan dengan kalimat "Kalau capek belajar, istirahat dulu." atau "Jangan sakit, mama nda bisa jagain kamu di sana." atau "Kalau uangnya habis jangan tunggu ditanya baru mau ngasi tau."
Mama adalah orang yang kaku dalam mengungkapkan perasaan di hadapan orang lain. Saya tahu, karena saya sering mendapatinya menangis sendirian, sembunyi-sembunyi.
Banyak kejadian sedih.
Ada banyak.
Dan saya tumbuh dengan ingatan-ingatan tentang kejadian itu..
Tapi saya tidak membenci mereka sama sekali.
Untuk teman-teman yang mungkin pernah melihat mamanya menangis sembunyi-sembunyi. Atau memiliki nenek yang sering menyudutkan orangtua kalian dan mengatakan betapa gagalnya mereka menjadi ayah dan ibu, saya hanya ingin mengatakan ketika orangtua kita melakukan kesalahan, bukan berarti mereka gagal. Mereka hanya melakukan kesalahan di satu sisi, tidak semuanya. Tidak ada alasan untuk tidak mencintai kedua orangtua kita bahkan jika pada akhirnya kita harus melihat mereka saling menyakiti.
Tidak ada alasan untuk membenci mereka walaupun dulunya mereka adalah orang-orang yang keliru dalam perhitungan ekonomi, atau tanggal...
Tidak ada
alasan untuk membenci mereka karena mereka menghadirkan kita ke dunia
tanpa kontrak, tanpa bertanya apakah kita ingin dilahirkan atau tidak.
Tidak ada alasan untuk berhenti menghormati mereka meskipun kita berbeda pendapat, berbeda pandangan atau pilihan hidup.
Tidak ada alasan untuk menyalahkan mereka karena kerap kali apa yang kita minta tidak bisa mereka berikan.
Karena seiring berjalannya waktu, kita yang lahir dari kesalahan-kesalahan itu menjelma menjadi sebuah dunia bagi mereka. Kita menjadi kekuatan untuk mereka. Menjadi sebuah titik di mana mereka selalu berputar.
Seperti yang mama katakan, aku adalah segalanya.
Bagi dunia aku hanyalah seseorang, tapi bagi mama aku adalah dunianya.
Terimakasih mama, maaf karena sampai hari ini aku hanya bisa meminta dan menerima. Tidak ada kata-kata yang bisa mengungkapkan betapa aku menyayangimu.
ReplyDeleteHi, I read your blog like every week. Your story-telling style is awesome, keep it up! facebook login facebook login
Halo, thank you :')
DeleteAku senang bisa berbagi cerita..